Ini adalah kisah pengalamanku yang sengaja aku beberkan untuk pertama
kalinya. Sebut saja namaku Arman, aku sendiri tinggal di Bandung.
Kejadian yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku
akan lulus SMA pada tahun 1998.
Sungguh sebelumnya aku tak menyangka bahwa aku akan meniduri adikku
sendiri yang bernama Ratih. Dia termasuk anak yang rajin dan ulet, sebab
dia adalah yang memasak dan mencuci pakaian sehari-hari. Ibuku adalah
seorang pedagang kelontong di pasar, sedangkan ayahku telah lama
meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat untuk menikah lagi.
Yang ibu lakukan setiap hari adalah sejak jam 4 subuh dia sudah pergi ke
pasar dan pulang menjelang magrib, aku pun sekali-sekali pergi ke pasar
untuk membantu beliau, itu pun kalau terpaksa sedang tidak punya uang.
Sedangkan adikku karena seringnya tinggal di rumah maka dia kurang
pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya dia belum pernah pacaran. Oh ya,
selisih umurku dengan adikku hanya terpaut dua setengah tahun dan saat
itu dia masih duduk di kelas 1 SMA.
*****
Baiklah, aku akan mulai menceritakan pengalaman seks dengan adikku ini.
Kejadiannya ketika itu aku baru pulang dari rumah temanku Anto pada
siang hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang asyik
menonton serial telenovela di salah satu TV swasta. aku pun langsung
membuat kopi, merokok sambil berbaring di sofa. Saat itu serial tersebut
sedang menampilkan salah satu adegan ciuman yang hanya sebentar karena
langsung terpotong oleh iklan. Setelah melihat adegan tersebut aku
menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena ketahuan telah
melihat adegan tadi.
"Pantesan betah nonton film gituan" ujarku.
"Ih, apaan sih" cetusnya sambil tersipu malu-malu.
Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai jam tayangnya, dan
adikku langsung pergi ke WC. Kudengar dari aktifitasnya, rupanya dia
sedang mencuci piring. Karena acara di televisi tidak ada yang seru,
maka aku pun mematikan TV tersebut dan setelah itu aku ke WC untuk buang
air kecil. Mataku langsung tertuju pada belahan pantat adikku yang
sedang berjongkok karena mencuci piring.
"Ratih, ikut dulu sebentar pingin pipis nih" sahutku tak kuat menahan.
Setelah aku selesai buang air kecil, pikiranku selalu terbayang pada
bongkahan pantat adikku Ratih. Aku sendiri tadinya tak mau berbuat
macam-macam karena kupikir dia adalah adikku sendiri, apalgi adikku ini
orangnya lugu dan pendiam. Tetapi dasar setan telah menggoyahkan
pikiranku, maka aku berpikir bagaimana caranya agar dapat mencumbu
adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang melihat adikku yang sedang mencuci, dan
entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung saja berjalan menghampiri
adikku dan memeluk tubuhnya dari belakang sambil mencium tengkuknya.
Mendapat serangan yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit
terkejut dan berusaha melepaskan diri dari dekapanku.
Aku sendiri lalu tersadar. Astaga, apa yang telah aku lakukan terhadap
adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis
sesenggukan dan lalu dia lari ke kamarnya. Melihat hal itu aku langsung
mengejar ke kamarnya. Sebelum dia menutup pintu aku sudah berhasil ikut
masuk dan mencoba untuk menjelaskan perihal peristiwa tadi.
"Maafkan.. Aa Ratih, Aa tadi salah"
"Terus terang, Aa nggak tahu kenapa bisa sampai begitu"
Adikku hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya. Aku
mendekati dia dan duduk di tepi ranjang.
"Ratih, maafin Aa yah. Jangan dilaporin sama Ibu" kataku agak takut.
"Aa jahat" jawab adikku sambil menangis.
"Ratih maafin Aa. Aa berbuat demikian tadi karena Aa nggak sengaja lihat
belahan pantat kamu, jadinya Aa nafsu, lagian kan Aa sudah seminggu ini
putus ama Teh Dewi" kataku.
"Apa hubungannya putus ama Teh Dewi dengan meluk Ratih" jawab adikku
lagi.
"Yah, Aa nggak kuat aja pingin bercumbu"
"Kenapa sama Ratih" jawabnya.
Setelah itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di kamar adikku
begitu sunyi karena kami hanya terdiam. Dan rupanya di luar mulai
terdengar gemericik air hujan. Di tengah kesunyian tersebut lalu aku
mencoba untuk memecah keheningan itu.
"Ratih, biarin atuh Aa meluk kamu, kan nggak akan ada yang lihat ini"
Adikku tidak menjawab hanya bisa diam, mengetahui hal itu aku mencoba
membalikkan tubuhnya dan kuajak bicara.
"Ratih, lagian kan Ratih pingin ciuman kayak di film tadi kan?" bujukku.
"Tapi Aa, kita kan adik kakak?" jawabnya.
"Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya entar kalo
pacaran nggak canggung"
Entah mengapa setelah aku bicara begitu dia jadi terdiam. Wah bisa nih,
gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan ini. Aku
mencoba untuk ikut berbaring bersamanya dan mencoba untuk meraih
pinggangnya. Aku harus melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku
berpikir, Ratih lalu berkata..
"Aa, Ratih takut"
"Takut kenapa, Say?" tanyaku.
"Ih, meuni geuleh, panggil Say segala" katanya.
"Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit kok",
rayuku.
"Bukan takut ama Aa, tapi takut ketahuan Ibu" jawabnya.
Setelah mendengar perkataannya, aku bukannya memberi alasan melainkan
bibirku langsung mendarat di bibir ranum adikku yang satu ini. Mendapat
perlakuanku seperti itu, tampak kulihat adikku terkejut sekali, karena
baru pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh
seorang laki-laki yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Adikku pun
langsung mencoba untuk menggeserkan tubuhnya ke belakang. Tetapi aku
mencoba untuk menarik dan mendekapkan lebih erat ke dalam pelukanku.
"Mmhh, mmhh.., Aa udah dong" pintanya. Aku menghentikan pagutanku, dan
kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas meskipun aku
hanya berhasil menikmati bibir adikku yang begitu merah dan tipis ini.
"Ratih, makasih yah, kamu begitu pengertian ama Aa" kataku.
"Kalau saja Ratih bukan adik Aa, udah akan Aa.." belum sempat aku habis
bicara..
"Udah akan Aa apain" bisiknya sambil tersenyum. Aku semakin geregetan
saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos adikku ini.
"Udah akan Aa jadiin pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau kan jadi pacar Aa",
tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia
bicara..
"Tapi pacarannya nggak beneran kan" Katanya sedikit ragu.
"Ya nggak atuh Say, kita pacarannya kalo di rumah aja dan ini rahasia
kita berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama Ibu" jawabku
meyakinkannya. Setelah itu kulihat jam dinding yang ternyata sudah
menunjukan jam 4 sore.
"Udah jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah", kataku
kemudian.
Maka aku pun bangkit dan segera pergi meninggalkan kamar adikku. Setelah
kejadian tadi siang aku sempat tidak habis pikir, apakah benar yang aku
alami tadi. Di tengah lamunanku, aku dikejutkan oleh suara Ibuku.
"Hayoo ngelamun aja, Ratih mana udah pada makan belum?" kata Ibuku.
"Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?" aku melihat Ibuku membawa bungkusan.
Setelah aku lihat ternyata Ibu membeli bakso, kemudian Ibuku memangil
Ratih dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya setelah
kejadian tadi siang kami dapat bersikap wajar, seolah tidak terjadi
apa-apa sehingga Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai merencanakan sesuatu,
nanti subuh setelah Ibu pergi ke pasar aku ingin sekali mengulangi
percumbuan dengan adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh
adikku yang montok. Keesokannya rupanya setan telah menguasaiku sehingga
aku terbangun ketika Ibu berpamitan kepada adikku sambil menyuruhnya
untuk mengunci pintu depan. Setelah itu aku mendekati adikku yang akan
bergegas masuk kamar kembali.
"Ehmm, ehmm, bebas nih", ujarku.
Adikku orangnya tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku dia seolah
tahu apa yang ingin aku lakukan, tetapi dia tidak bicara sepatah kata
pun. Karena aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsu, maka aku langsung
melabrak adikku, memeluk tubuh adikku yang sedang membelakangiku. Kali
ini dia diam saja sewaktu aku memeluk dan menciumi tengkuknya.
Dinginnya udara subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan tubuh adikku
telah mengalahkan hawa dingin kamar ini. Kontolku yang mulai ngaceng
aku gesek-gesekkan tepat di bongkahan pantatnya.
"Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?" pintaku.
"Idih, Aa genit ah, jangan Aa, entar.."
"Entar kenapa?" timpalku.
Belum sempat dia bicara lagi, aku langsung membalikkan tubuhnya dan
langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang membuat pikiranku
melayang. Aku kemudian langsung mendorongnya ke arah dinding dan
menghimpit hangat tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba
untuk menyingkap dasternya dan kucoba untuk meraba paha dan pantatnya.
Walaupun dia menyambut ciumanku, tetapi tangannya berusaha untuk
mencegah apa yang sedang kulakukan. Tetapi aku tersadar bahwa ciumannya
kali ini lain daripada yang tadi siang, ciuman ini terasa lebih hot dan
mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya dan mencoba
menggerakkan lidahnya untuk menari dengan lidahku. Aku tertegun karena
ternyata diam-diam adikku juga memiliki nafsu yang begitu besar, atau
mungkin juga ini karena selama ini adikku belum pernah merasakan
nikmatnya bercumbu dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai mencoba untuk menyelinapkan tanganku
untuk kembali meraba pahanya hingga tubuhku terasa berdebar-debar dan
denyut nadiku terasa sangat cepat, karena ini adalah untuk pertama
kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya dengan pacarku aku belum
pernah melakukan ini, karena Dewi pacarku lebih sering memakai celana
jeans. Dengan Dewi kami hanya sebatas berciuman.
Kini yang ada dalam pikiranku hanyalah satu, yaitu aku ingin sekali
meraba, menikmati yang namanya heunceut (vagina dalam bahasa Sunda)
wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk menyelinap di antara
sisi-sisi celana dalamnya. Belum juga sempat menyelipkan jariku di
antara heunceutnya, Ratih melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti
ikan mas koki yang megap-megap dan memeluk erat tubuhku kemudian
menyilangkan kedua kakinya di antara pantatku sambil menekan-nekan
pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih telah mengalami orgasme.
"Aa.. aah, eghh, eghh" rintih Ratih yang dibarengi dengan hentakan
pinggulnya.
Sesaat setelah itu Ratih menjatuhkan kepalanya di atas bahuku. Aku belai
rambutnya karena aku pun sangat menyayanginya, kemudian aku bopong
tubuh yang telah lunglai ini ke atas tempat tidur dan kukecup keningnya.
"Gimana Sayang, enak?" bisikku. Aku hanya bisa melihat wajah memerah
adikku ini yang malu dan tersipu, selintas kulihat wajah adikku ini
manisnya seperti Nafa Urbach.
"Gimana rasanya, Sayang?" tanyaku lagi.
"Aa, yang tadi itu apa yang namanya orgasme?" Eh, malah ganti bertanya
adikku tersayang ini.
"Iya Sayang, gimana, enak?" jawabku sambil bertanya lagi.
"He-eh, enakk banget" jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat kebahagian di wajahnya, aku kini hanya ingin
memandangi wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan aksiku
untuk mengarungi lembah belukar yang terdapat di kemaluannya hingga
sesaat kemudian karena kulihat matanya yang mulai sayu dan mengantuk
akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk tidur. Kami pun terus
tertidur dengan posisi saling berpelukan dan kakiku kusilangkan di
antara kedua pahanya.
Hangat tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada dalam
pikiranku adalah betapa nikmatnya jika aku menikah nanti, pantas saja di
jaman sekarang banyak yang kawin entah itu sudah resmi atau belum.
Tanpa terasa aku pun sadar dan terbangun dari tidurku, dan kulihat jam
di kamar adikku telah menunjukkan jam 9 lewat dan adikku belum juga
bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia hari ini tidak sekolah,
pikirku.
"Ratih, bangun kamu nggak sekolah?" tanyaku membangunkannya.
Ratih pun mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada jam dinding.
Dia terkejut karena waktu telah berlalu begitu cepat, sehingga dia
sadar bahwa hari ini dia tidak mungkin lagi pergi ke sekolah.
"Aahh, Aa jahat kenapa nggak ngebangunin Ratih" rajuknya manja.
"Gimana mau ngebangunin, Aa juga baru bangun" kataku membela diri.
"Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini semua
gara-gara Aa"
"Loo kok Aa yang disalahin sih, lagian Ibu nggak bakalan tahu kalau Aa
nggak ngomongin kan" jawabku untuk menghiburnya.
"Bener yah, Ratih jangan dibilangin kalau hari ini bolos"
"Iyaa, iyaa" jawabku.
Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk mandi bareng. Wah
ini kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia nggak masuk
sekolah bisa kujadikan senjata agar aku bisa mandi bersama adikku.
"Eh, ada tapinya loh, Aa nggak bakalan bilang ama Ibu asal Ratih mau
mandi bareng ama Aa" kataku sambil mengedipkan mata.
"Nggak mau. Aa jahat, lagian udah gede kan malu masak mau mandi aja
musti barengan"
"Ya udah kalo nggak mau sih terserah" ancamku.
Singkat cerita karena aku paksa dan dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu
maka adikku menyetujuinya.
"Tapi Aa jangan macem-macem yah" pintanya.
"Emangnya kalo macem-macem gimana?" tanyaku.
"Pokoknya nggak mau, mendingan biarin ketahuan Ibu, lagian juga itu kan
gara-gara Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin Ratih" balasnya mengancam
balik.
Jika kupikir-pikir ternyata benar juga, bisa berabe urusannya, seorang
kakak bukannya menjaga adik dari ulah nakal laki-laki lain, eh malah
kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan keinginanku untuk
bisa mandi dengannya, aku pun menyetujuinya. Kami berdua akhirnya bangun
dari tidur dan setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju
kamar mandi. Sesampai di kamar mandi kami hanya saling diam dan kulihat
adikku agak ragu untuk melepaskan pakaiannya.
"Aa balik dulu ke belakang, Ratih malu nih" pintanya.
"Apa nggak sebaiknya Aa yang bukain punya Ratih, dan Ratih bukain punya
Aa"
Tanpa pikir panjang aku menghampiri adikku dan aku cium bibirnya. Agar
dia tidak malu dan canggung untuk membuka pakaiannya, aku genggam
tangannya dan aku tuntun untuk membuka bajuku. Tanpa dikomando dia
membuka bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket
yang aku kenakan.
Setelah keadaanku bugil dan hanya memakai celana dalam saja kulihat
adikku tegang, sesekali dia melirik ke arah selangkanganku dimana
kontolku sudah dalam keadaan siaga satu. Kini giliranku menanggalkan
daster yang ia kenakan. Begitu aku buka, aku terbeliak dibuatnya karena
ternyata tubuh adikku begitu bohai (body aduhai). Dia lalu berusaha
menutupi selangkangannya. Lalu dengan sengaja kucolek payudaranya hingga
adikku melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun balik mencolek
memeknya, hehehe..
"Idihh, Aa nggak jadi ah mandinya, malu", rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk dan melilitkan handuk tersebut kemudian
melangkah keluar kamar mandi, tetapi karena aku tidak mau kesempatan
emas ini kabur maka aku pegang tangannya dan terus aku peluk sambil
kukecup bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa nyaman bila
bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya hingga terlepas dan jatuh ke lantai, dan aku
pepet tubuhnya ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung
kusiramkan ke tubuh kami berdua. Merasakan tubuhnya telah basah oleh
siraman air, adikku berusaha untuk melepaskan ciuman dan desakan yang
aku lakukan, tapi usahanya sia-sia karena aku semakin bernafsu menyirami
tubuh kami sambil kontolku aku tekan-tekan ke arah selangkangannya.
Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku bagai kemasukan setan. Selain
menyedot bibirnya dengan ganas aku pun langsung mencoba untuk melepaskan
celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari sarangnya hingga ke
tepi lutut, aku pun menariknya ke bawah dengan kakiku hingga benar-benar
terlepas. Sadar bahwa aku akan berbuat nekat, Ratih semakin berusaha
untuk melepaskan tubuhnya. Sebelum usahanya membuahkan hasil aku melepas
pagutannya.
"Aa, stop please" rengeknya sambil menangis.
"Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah ngalami orgasme, Aa
belum.." pintaku.
Dan tanpa menunggu waktu lagi di saat tenaganya melemah, aku kangkangkan
pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa
menolaknya. Di saat itu aku meraih burungku dari CD-ku dan mencoba
mencari sarang yang sudah lama ini ingin kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu heunceut
adikku, dan siap untuk segera menjebol keperawanannya. Merasa telah
tepat sasaran maka aku pun menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti
benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan nikmat melanda seluruh organ
tubuhku dan kudengar adikku meringis kesakitan tapi tidak berusaha
untuk menjerit. Melihat hal itu aku mencoba untuk mengontrol diriku dan
mencoba menenangkan perasaan yang membuatku semakin tak karuan, karena
aku merasa diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk
diuraikan dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya membenamkan penisku untuk beberapa saat, karena aku
tak kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan aku
alihkan pada kedua payudara adikku yang masih diselimuti BH-nya. Aku
mencoba untuk melepaskannya tapi mendapat kesulitan karena belum pernah
sekalipun aku membukanya hingga aku hanya bisa menarik BH yang menutupi
payudara adikku dengan menariknya ke atas dan tiba-tiba dua bongkah
surabi daging yang kenyal menyembul setelah BH itu aku tarik.
Melihat keindahan payudara adikku yang mengkal dan putingnya yang
bersemu coklat kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan
menyedotnya senikmat mungkin.
"Aa, ahh, sakit" rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya kedua buah payudara adikku silih berganti
maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan pinggulku maju mundur,
walau aku juga merasakan perih karena begitu sempitnya lubang heunceut
adikku ini. Badan kami kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun
mulai menikmati apa yang aku lakukan. Itu dapat aku lihat karena kini
adikku tidak lagi meringis tetapi dia hanya mengeluarkan suara mendesah.
"Eenngghh, acchh, enngg, aacchh"
"Gimana, enakk?" aku mencoba memastikan perasaan adikku.
Dia tidak menjawab bahkan kini justru tangannya meraih kepalaku dan
memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin egois maka
aku pun menuruti kehendaknya. Aku kulum bibirnya dan lidah kami pun ikut
berpelukan menikmati sensasi yang tiada tara ini. Tanganku kugunakan
untuk meremas payudaranya. Gila, kenikmatan ini sungguh luar biasa, kini
aku pun mencoba untuk menirukan gaya-gaya di film BF yang pernah
kulihat. Adikku kuminta menungging dan tangannya memegang bak mandi.
Aku berbalik arah dan mencoba untuk segera memasukan kembali kontolku ke
dalam memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera
mengurungkan niatku, karena kini aku dapat melihat dengan jelas bahwa
heunceut adikku merekah merah dan sangat indah. Karena gemas aku pun
lalu berjongkok dan mencoba mengamati bentuk heunceut adikku ini hingga
aku melongo dibuatnya.
Mengetahui aku sampai melongo karena melihat keindahan heunceutnya,
adikku berlagak sedikit genit, dia goyangkan pantatnya bak penyanyi
dangdut sambil terkikik cengengesan. Merasa dikerjai oleh adikku dan
juga karena malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan wajahku
dan kuciumi heunceut adikku ini, hingga kembali dia hanya bisa
mendesah..
"Aahh, Aa mau ngapain.., ochh, enngghh" desahnya sambil mengambil nafas
panjang.
Mmhh, ssrruupp, cupp, ceepp, suara mulutku menyedot dan menjilati
heunceut adikku ini, dan aku perhatikan ada bagian dari heunceut adikku
ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang namanya itil, maka aku pun
mencoba untuk memainkan lidahku di sekitar benda tersebut.
"Acchh, Aa, nnggeehh, iihh, uuhh, gelii", erangnya saat aku memainkan
itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya yang menggoda aku pun tak kuasa menahannya
dan segera bangkit untuk memeluk adikku dan memasukannya kembali dengan
cepat kontolku agar bersemayam pada heunceut adikku ini. Baru beberapa
kocokan kontolku di memeknya, adikku seakan blingsatan menikmati
kenikmatan ini hingga dia pun meracau tak karuan lalu..
"Aa, Ratihh, eenngghh, aahh.."
Rupanya adikku baru saja mengalami orgasme yang hebat karena aku rasakan
di dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan lava
hangat yang datang secara tiba-tiba. Kini aku merasakan kenikmatan yang
lain karena cairan tersebut bagai pelumas yang mempermudah kocokanku
dalam heunceutnya.
Setelah itu adikku kini lunglai tak bertenaga, yang ia rasakan hanya
menikmati sisa-sisa dari orgasmenya dan seperti pasrah membiarkan
tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui hal itu aku pun kini
mengerayangi setiap lekuk tubuh adikku sambil terus mengentotnya, mulai
dari mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku seperti
merasakan ada yang lain dari tubuhku, ada perasaan seperti kontolku ini
ingin pipis tapi tubuh ini terasa sangat-sangat nikmat.
"Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess.." kata adikku.
"Tunggu Sayangg, Aa maauu nyampai nih, oohh"
Kurasakan seluruh tubuhku bagai tersengat listrik dan sesuatu cairan
yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan cepat mengisi rahim
adikku ini. Sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang luar biasa ini
aku memegang pantat adikku dan aku hentakkan pinggulku dengan keras
membantu kontolku untuk mencapai rongga rahim adikku lebih dalam.
Kami berdua kini hanya bisa bernafas seperti orang yang baru saja
berlari-lari mengejar bis kota. Setelah persetubuhan yang terlarang ini
kami pun akhirnya mandi, dan setelah itu karena tubuhku lemas maka aku
tiduran di sofa sambil menikmati acara televisi dan adikku kulihat
kembali melakukan aktifitasnya membereskan rumah meskipun tubuhnya jauh
lebih lemas.